Aku dengan bangga memamerkan semua pernak-pernik dan
bacaan mengenai Harry Potter pada Helen. Helen adalah sahabatku, dia juga sama
denganku, sangat menyukai film Harry Potter dan segala yang berbau Harry Potter
kala itu. Dia sangat menyukainya, dan membaca beberapa halaman majalah baru
milikku yang topiknya mengenai Harry Potter. Dia tak mau ketinggalan satu kalimat,
satu kata, bahkan satu huruf sekalipun. Tak jarang Helen mengomel pada angin,
karena sesekali halaman yang hendak dibacanya tersibak angin. Akupun hanya
tertawa kecil melihat Helen menggerutu pada angin setiap hal itu sesekali
terjadi. Saat itu aku dan Helen memang sedang duduk-duduk di lapangan voli
mungil tepat sebelah timur rumahku. Di situ sangat teduh dan penuh dengan
hamparan rumput walaupun jarang dan sebagian rumput sudah terlihat tidak hijau
lagi. Bangku kayu panjang itu sangat cukup
untuk tubuhku dan Helen.
Sudah merasa membacanya tidak nyaman, Helen bukannya
mengajakku masuk ke rumah saja. Malahan
dia selonjoran dengan enjoynya dan terus membaca majalah halaman demi halaman.
Bahkan senyum-senyum mahal darinyapun sesekali tergambar pada wajah tembemnya.
Aku tidak mengerti. Hingga beberapa menit kemudian, teriakan suara ibu Helen
memanggil agar dia pulang untuk menyelesaikan tugas rumah. Walaupun sudah siang
begini, Helen sangat jarang sekali beristirahat. Karena tugas rumah yang selalu
menunggunya. Tetapi, ibunya terkadang juga justru berlebihan menyuruh Helen
beristirahat atau makan, hingga Helen selalu mempunyai tubuh yang gemuk dan
bugar bila dilihat orang. Dari kecil hingga saat itu Helen selalu terkenal
mempunyai badan yang subur.
“Helen, pulang! Bantu ibu manjemur pakaiaaan…Pekerjaanmu
masih belum selesai tapi kenapa kamu malah selonjoran disitu? Lebih baik kamu
pulangg!!!” teriakan itu keras sekali, memecah suara alam di siang bolong.
Helenpun sempat berubah ekspresi, tetapi seraya menyahut halus, “iya, ibu.” Jujur,
aku sangat terkesima pada Helen. Padahal selang beberapa lalu, dia mengeluh padaku
kalau dia sudah lelah, dan dia ingin istirahat. Aku sangat tidak mengerti. Walaupun
hari ini dia tampak segar, aku masih merasakan bahwa semua pernak-pernik Harry
Potter ini masih kurang membuatnya lebih segar.
Keesokan hari, aku tidak melihat Helen. Kutanyakan
hal ini pada beberapa temanku yang lain, mereka bilang bahwa Helen sedang pergi
ke Perak. Setahuku, di Perak itu dia pasti menemui pamannya. Teman-temanku yang
lainpun merasa begitu. Akhirnya, aku mengajak teman yang lain bermain di
rumahku. Bermain bersama dan tanpa Helen, menurutku rasanya ada yang kurang.
Helen yang selalu bikin onar, Helen yang selalu membuat kakonyolan, dan Helen
yang selalu membuatku marah karena hal sepele. Rasanya tanpa itu semua,
permainan ini kurang menyenangkan. Aku masih tidak mengerti. Namun, aku tetap
menghargai temanku yang lain dan tertawa bersama mereka, meskipun dibalik itu
semua aku tidak ingin tertawa.
Hari kedua, rumah Helen di ujung kontrakan terlihat
sepi. Siang itu aku tak mendapatkan informasi dari siapapun. Hingga hari
selanjutnya, aku mulai tidak menghiraukan Helen karena saudaraku dari desa yang
bertandang ke rumahku beberapa hari. Akupun sedikit lupa pada keadaan Helen
sampai lebih dari tiga hari lamanya. Hingga suatu saat tepatnya hari Minggu
pagi, pagi sekali, sekitar pukul 04 pagi. Saat aku sedang pulas tertidur, ayah
membangunkan aku perlahan. Beliau memberikan informasi yang membuatku amat
sedih. Informasi yang sebenarnya tidak ingin aku dengar, tetapi telingaku
terpaksa harus mendengarnya.
“Helen meninggal, El….” Aku terbelalak mendengar
kalimat itu. Rasa kantukku terasa jauh dari pelupuk mata, bibirku bergetar, dan
air mataku mulai turun. Ini nyata, ini pengalamanku yang sangat sulit
dilupakan, dan ingin aku luapkan. Sayangnya baru bisa sekarang. Ini bukan
kesedihan, bagiku, Helen memang sakit dan Allah telah memberikannya pilihan
terbaik dari apapun yang terbaik.
Serontak aku melonjak dari tempat tidur. Rumah
sederhana Helen yang sedikit di sebelah barat rumahku sudah mulai ramai. Mereka
menunggu jasad Helen dari rumah sakit dan membicarakan keadaan Helen yang
selalu bugar tetapi kenapa sekarang pergi secepat itu ke hadapanNya.
Teman-temanku memelukku karena mungkin mereka tahu kalau aku bersedih. Padahal
aku cukup tabah, karena beberapa hari yang lalu Helen sudah memberikan pertanda
jika dia ingin beristirahat. Dalam hati
aku berterima kasih pada Helen karena dia sudah berpamitan lebih awal padaku
secara tidak langsung.
Kini aku mengerti. Aku sangat mengerti. Jasad Helen
yang sudah tiba membuat air mataku dan
teman-teman bercucuran. Selesai dimandikan, jasad Helen diletakkan di dalam
rumahnya. Kain putih yang menutupi jasad Helen perlahan dibuka hingga wajahnya.
Semua orang terperangah melihat wajah Helen yang sangat segar, dia tampak
tersenyum. Saat aku menulis inipun, masih aku ingat jelas senyum terakhir Helen
dengan wajahnya yang menurutku dia sedang bahagia. Aku dan teman-teman
lainnyapun seraya membacakan lantunan Yasin sambil sesekali aku memandang wajah
terakhir Helen. Pikirankupun tiba-tiba mengarahkan semua memoriku bersama
Helen. Dan sambil membaca Yasin, air mataku menetes. Kini aku tidak bisa tabah,
dan tidak percaya kalau Allah merencanakan hal ini. Jika tahu seperti ini, saat
ibu Helen memanggil, aku akan berani menghentikan perintah itu, dan
menghabiskan waktu terakhir bersama Helen. Namun, sebersit aku sadar kalau
waktu takkan pernah terulang. Saat ini yang Helen butuhkan adalah doa dan
bukanlah penyesalan dariku. Saat pemakaman, akupun ikut. Dan saat itu adalah
saat pertama bagiku berani memasuki makam. Jasad Helen mulai dimasukkan ke
liang lahat dan tanah mulai mengakhiri perjumpaanku dengan Helen untuk
selama-lamanya. Akupun berdoa dalam hati, berharap Helen diterima disisiNya.
Padahal tepat hari minggu sebelumnya, aku dan Helen tertawa berdua dengannya,
bermain bersamanya sampai azan dhuhur dan mengaji bersama saat sore hari. Namun
kini, aku menangis sendirian karena kehilangan Helen. Selamat jalan sobat, hari
Minggu tanggal 28 Juli 2008 itu tidak akan pernah aku lupakan…… I hope you’ll meet me again at the special
moment ….
Puisi Dariku Untukmu
*maaf kalo Bahasa Inggrisnya rancu
I will tell my story and I hope you will hear me
At Sunday only you and me
together
You have a kind heart I
know
You are my friend that
have a pure heart
You never make me hurt I
know
You are my breath that
having my life
But in this Sunday I
really sorry
I feel all it’s hurt
No one someone here standing beside me
No one someone like you
I just need you in my
life, no other
I think it’s a bad Sunday
I hate this Sunday
You know but you can’t do
the best for me
Here I always remember
and always pray for you………….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar